Halaman

Senin, 13 Agustus 2018

Meretas Kehidupan sebuah Keluarga dengan Pendidikan Karakter di Sekolah





Siapa sih yang ingin lahir dari keluarga miskin? Seandainya diberi pilihan, seorang anak pasti memilih dilahirkan dari keluarga kaya. Dan kenyataannya, anak yang terlahir didunia tidak bisa memilih, dia mau dilahirkan dari keluarga mana. Apakah dari keluarga kaya, ataukah dari keluarga miskin. Anak juga tidak bisa memilih, dia mau dijadikan apa oleh orang tuanya. Ibarat kertas, dia siap diisi dengan tulisan apa saja. Dan tulisan itu akan membekas dalam…

Seorang anak yang dilahirkan dalam sebuah keluarga kaya akan merasa senang karena semua kebutuhan akan dipenuhi orang tuanya. Sebaliknya , seorang anak yang dilahirkan dari keluarga miskin, akan merasa sedih karena hampir semua kebutuhan diperoleh dengan perjuangan dan bersusah payah.

Perjuangan hidup mulai tampak ketika seorang anak dilahirkan. Dia mulai belajar bernapas dan beradaptasi dengan lingkungan disekitarnya. Lingkungan yang pertama kali dia temui adalah keluarga. Alangkah senangnya seandainya anak dilahirkan dari keluarga yang mampu, yang kaya, dan penuh kasih sayang. Namun, seringkali kenyataan tidak sama dengan angan-angan.

Dalam sebuah keluarga, seringkali kita temui hubungan yang kurang bagus antara orang tua dan anak. Orangtua yang jarang di rumah, orang tua yang cenderung menghindar dengan anak dengan alasan kesibukan dan bahkan orang tua yang tidak menegur anak karena sudah sangat marah dengan perilaku sang anak yang tidak cocok dengan hatinya. Apapun alasannya, perilaku orangtua akan sangat membekas di lubuk sanubari sang anak. Seorang anak dapat diibaratkan sebagai kertas putih, dan orang tualah yang menggores kertas itu.  Setiap perilaku orangtua akan ditiru.

Pentingnya melibatkan keluarga dalam pendidikan anak, bisa dimulai dari kedekatan hubungan antara ibu dan anak. Seorang anak yang jauh dari ibu akan cenderung introvert, mengurung diri dan kurang mau bersosialisasi dengan dunia luar. Dia akan merasa nyaman  dengan diri sendiri , terlihat pendiam, dan cenderung menghindari kontak mata dengan orang lain ( Psikologi Jung, 2003 ). Sebaliknya, jika hubungan antara ibu dan anak baik, maka akan sangat mempengaruhi perkembangan karakter anak.
Pendidikan karakter sangat diperlukan bagi anak, mengingat sekarang ini begitu banyaknya pelaku  kejahatan yang justru dilakukan oleh kalangan terpelajar. Ada seorang anak yang menggauli ibunya( http://regional.kompas.com, 19 April 2016 ). Ada seorang anak yang membunuh orangtuanya( http://www.liputan6.com, 6 Juli 2018 ). Dan ada juga  seorang anak yang memukul gurunya (www.pgribojonegoro.org, 12 agustus 2018  ; http://regional.kompas.com, 2 Februari 2018).

Dalam pendidikan karakter, adalah sangat penting melibatkan keluarga. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk melibatkan keluarga dalam pendidikan karakter anak di sekolah. Misalnya, ketika mengantar anak berangkat  sekolah, orangtua ikut menemani dan memastikan anak sampai masuk pintu gerbang. Dan pada saat pulang, sekolah tidak mengijinkan siswa pulang sebelum dijemput oleh orangtuanya. Dengan mengantar ke sekolah dan menjemput pulang dari sekolah, akan menjadi jembatan bagi orangtua dan anak dilihat dari sisi emosional. Si anak akan memeluk ayah/ibunya ketika dalam perjalanan, jika naik sepeda motor. Dan jika naik mobil, minimal akan terjadi perbincangan ringan antara orang tua dan anak. Orang tua bisa menanyakan, hari ini kegiatannya apa? Apakah ada ekstra atau nggak? Apakah ada tugas sekolah yang belum selesai ? Sudah mengerjakan tugas sekolah atau belum? Sudah makan siang atau belum ? Dan banyak lagi perbincangan ringan yang bisa memaksa anak untuk bercerita kepada orangtuanya. Jika hal ini dilakukan secara rutin, akan menjadi pembiasaan. Dan pembiasaan ini akan menjadi “ jalan “ untuk menjalin kedekatan dan komunikasi antara orangtua dan anak. Kedekatan yang dialami pada masa ini adalah sangat pendek. Mengapa? Karena setelah anak dewasa, anak tidak akan berceloteh kepada orangtuanya lagi, melainkan kepada sahabatnya, dengan pacarnya, dan bahkan celoteh tentang masa depannya.

Sebagai orangtua, harus pintar mengatur waktu . Menyisihkan waktunya demi sang buah hati adalah hal wajib dan sangat penting.  Orangtua harus siap meluangkan waktu untuk anaknya. Orangtua harus mau memberi contoh dan dicontoh. Lalu bagaimana dengan pendidikan anak di sekolah?
Sekolah harus melibatkan orangtua. Mengapa? Karena orangtualah yang lebih dulu menggores anak. Ada hubungan batin antara orangtua dan anak. Ada benang merah. Ketika anak berada di sekolah, apa yang harus dilakukan orangtua?  Orang tua harus punya nomor telpon sekolah yang bisa dihubungi. Minimal, nomor handphone wali kelas atau kepala sekolah. Bagaimana caranya? Nomor  telpon diberikan ketika ada undangan khusus kepada orangtua. Misalnya, pada saat tahun ajaran baru, kepala sekolah mengundang semua orangtua untuk datang mengikuti kegiatan sosialisasi dan pengenalan sekolah. Nah pada saat itu, kepala sekolah memberikan info nomor handphone yang bisa dihubungi orangtua, berkaitan dengan hal perijinan tidak masuk sekolah bagi anaknya, atau hal – hal  lain yang berkaitan dengan pendidikan anaknya di sekolah. Dengan demikian, ketika si anak mengikuti kegiatan di sekolah hingga diluar jam sekolah, orangtua akan merasa tenang, si anak juga merasa aman, dan kegiatan sekolah berlangsung lancar.

Kemudian, program sekolah harus jelas, dan disampaikan secara formal ke orang tua.  Misalnya, untuk membangun pendidikan karakter yang religius, siswa kelas 1 wajib khatam 30 jus , siswa kelas 2  wajib hapal jus ke - 30, siswa kelas 3 wajib hapal jus ke 1 dan 30.  Sedangkan bagi agama lain, menyesuaikan. Setelah sekolah memperbaiki dari sisi akhlaknya, barulah dari sisi akademisnya. Misalnya, syarat kelulusan, antara lain selalu mengikuti shalat jumat berjamaah dan shalat dhuhur berjamaah bagi siswa laki – laki ( bisa dibuktikan dengan absensi minimal 75% kehadiran ) . Bagi siswa perempuan minimal berhijab ketika kegiatan sedang berlangsung. Sedangkan untuk agama lain menyesuaikan. Boleh juga siswa disyaratkan membuat karya ilmiah untuk menunjang sisi akademisnya. Nilai akademis penting, tapi akhlak mulia tetap yang utama. Dan ini dapat digunakan sebagai syarat kelulusan anak di sebuah sekolah.

Disiplin ? Harus. Anak tetap diharuskan melakukan disiplin melalui pembiasaan sehari – hari. Misalnya, selalu datang sepuluh menit sebelum bel masuk. Dalam kegiatan apapun. Anak dibiasakan untuk melakukan kegiatan sepuluh menit lebih awal. Termasuk sepuluh menit sebelum bel pulang, anak juga dibiasakan melakukan persiapan pulang. Mengambil sampah yang ada disekitarnya dan persiapan berdoa. Anak juga harus selalu dibiasakan untuk tertib di kelas. Apakah ada sanksi bagi yang melanggar? Tidak perlu. Guru sudah cukup memberi contoh melalui perilaku guru di depan anak. Tidak terlambat masuk kelas, tidak berkata kasar, dan selalu berempati pada anak didik. Jika memang ada pelanggaran, anak cukup diingatkan. Sudah tidak jaman lagi , memarahi anak dengan menuding-nuding anak di depan umum. Karena hal ini akan mengurangi rasa percaya diri anak. Dan itu akan membekas.

Lalu bagaimana supaya anak jujur dan terbuka dengan prestasi akademiknya? Sebagai orang tua, harus memahami betul bahwa manusia diciptakan Tuhan, dengan keunikan masing-masing. Tidak semua anak pandai berenang. Tidak semua anak pandai berlari. Masing-masing memiliki keunikan sendiri. Ibaratnya, seekor burung tidak bisa dipaksa pandai berenang. Seekor ikan tidak bisa dipaksa pandai terbang. Anak jangan dijejali dengan doktrin harus hebat di bidang akademis meskipun pada kenyataannnya orang tua akan  sangat bangga jika anaknya berprestasi.

Manusiakanlah manusia. Manusiakanlah anak manusia. Hubungan yang dekat dan komunikasi yang baik antara orang tua dan anak sangat diperlukan. Menjalin hubungan antara orang tua dan anak akan sangat mudah dilakukan jika orang tua selalu memaafkan dan menerima perilaku anak. Jika orangtua menerima ikhtiar  anak, maka Tuhan juga menerima dan ridho dengan ikhtiar anak. Bukankah ridho orangtua juga akan menjadi ridho Tuhan? Maafkanlah selalu perilaku anak , dan anak akan menjadi pribadi yang pemaaf.Terimalah setiap ikhtiar yang dilakukan anak dan anak akan menjadi seorang yang memiliki pribadi yang tangguh, yang kuat menghadapi dan siap menerima tantangan.  Anak akan selalu melihat apa yang dilakukan orang tua, dan akan menjadi panutan bagi anak. Dan jika memang anak dianggap melakukan kesalahan, alangkah baiknya jika pesan kesalahan anak disampaikan dengan kalimat positif. Bukankah anak tidak pernah marah jika orangtua melakukan kesalahan? Maka sebaiknya juga orangtua tidak marah jika anak melakukan kesalahan.Orang tua harus selalu siap memberikan penjelasan untuk menanamkan nilai karakter pada anak

Lalu siapa yang menjadi orangtua bagi anak ketika anak berada di sekolah ? Guru. Yah, guru adalah orangtua bagi anak ketika anak berada di sekolah. Guru adalah pilar kehidupan anak ketika berada di sekolah. Karena itu, guru harus siap memberi contoh dan dicontoh. Guru harus selalu memaafkan anak didiknya. Guru harus selalu “legowo” dan tidak mendendam. Dan yang terpenting  libatkan selalu orangtua dalam setiap menangani kasus anak.

Adalah tidak pantas disebut guru, jika guru menghakimi seorang anak dengan kata – kata yang kurang pantas. Seperti “ culun “, “ congok “, “ goblok”, dan kata – kata sejenis yang lainnya. Kalimat – kalimat negatif juga tidak boleh keluar dari mulut seorang guru. Guru harus bisa menahan diri. Guru harus bisa menjaga emosi. Peluklah anak. Rengkuhlah anak. Sayangilah anak . Ajak bicara . Pahami gaya belajarnya.  Dan yang terpenting, terimalah pribadi anak apa adanya agar terbentuk watak dan karakter anak masing – masing  sesuai dengan kodratnya.#sahabatkeluarga









Foto - foto kegiatan anak. Orangtua selalu mendampingi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar